Sabtu, 01 September 2018

Tugas Makalah Anak Berkebutuhan Khusus ( Autis)


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Autisme pada dasarnya adalah suatu kelainan biologis pada penyandangnya. Pada saat ini autisme dikategorikan sebagai “biological disorder”, dalam arti bahwa autisme bukan merupakan gangguan psikologis. Lebih spesifik dapat dikatakan bahwa autisme adalah suatu gangguan perkembangan karena adanya kelainan pada sistem saraf penyandangnya (neurological or brain based development disorder). Autisme dapat terjadi pada siapa pun, tanpa membedakan warna kulit, status sosial ekonomi maupun pendidikan seseorang. Sampai saat ini, penyebab GSA belum dapat ditetapkan. Negara-negara maju yang sanggup melakukan penelitian menyatakan bahwa penyebab autisme adalah interaksi antara faktor genetik dan mungkin berbagai paparan negatif yang didapat dari lingkungan. Kelainan ini menimbulkan gangguan, antara lain gangguan komunikasi, interaksi sosial, serta keterbatasan aktivitas dan minat. Autisme pada saat ini sudah dikategorikan sebagai suatu epidemik di beberapa negara. Penanganan yang sudah tersedia di Indonesia antara lain terapi perilaku, terapi wicara, terapi komunikasi, terapi okupasi, terapi sensori integrasi, dan pendidikan khusus. Beberapa dokter melakukan penatalaksanaan penanganan biomedis dan diet khusus. Penanganan lain seperti integrasi auditori, oxygen hiperbarik, pemberian suplemen tertentu, sampai terapi dengan lumba-lumba, juga sering ditawarkan.


B.     Rumusan Masalah
1.      Apa definisi dan Hakekat Autisme ?
2.      Apa saja jenis – jenis autis ?
3.      Apa saja faktor-faktor penyebab Autisme ?
4.      Bagaimana cara mengidentifikasi atau mengetahui ciri-ciri anak Autisme ?
5.      Apa asesmen yang dilakukan untuk anak Autisme ?
6.      Bagaimana bentuk layanan untuk Anak Autisme ?

C.    Tujuan Penelitian
1.      Untuk mengetahui definisi dan hakikat autisme.
2.      Untuk mengetahui jenis – jenis autis.
3.      Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab autisme.
4.      Untuk mengetahui cara mengidentifikasi atau ciri-ciri anak autisme.
5.      Untuk mengetahui asasmen yang dilakukan untuk anak  autisme.
6.      Untuk mengetahui bentuk layanan untuk anak autisme.









BAB II
PEMBAHASAN


A.    Definisi dan Hakekat Autisme
Istilah Autisme berasal dari “autos” yang berarti “diri sendiri” dan “isme” yang berarti “aliran”. Autisme berarti suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya sendiri. Ada pula yang menyebutkan bahwa autisme adalah gangguan perkembagan yang mencakup bidang komunnikasi, interaksi, dan perilaku. Gejalanya mulai tampak pada anak sebelum mencapai usia tiga tahun. Gangguan autistik ditandai dengan tiga gejala utama yaitu gangguan interakasi sosial, gangguan komunikasi, dan perilaku yang stereotipik. Di antara ketiga hal tersebut, yang paling penting diperbaiki lebih dahulu adalah interaksi sosial. Apabila interaksi mebaik, sering kali gangguan komunikasi dan perilaku akan membaik secara otomatis. Banyak orang tua yan mengharapkan anaknya segera bicara. Tanpa interaksi yang baik, bicara yang sering kali berupa ekolalia, mengulang sesuatu yang di dengarnya. Komunikasi juga  tidak selalu identik denngan bicara. Bisa berkomunikasi nonverbal jauh lebih baik dibandingkan dengan bicara yang tidak dapat dimengerti olehnya. Semantara itu menurut Mudjito, autisme ialah anak yang mengalami gangguan berkomunikasi dan berinteraksi sosial serta mengalami berkomunikasi dan berinteraksi sosial serta mengalami gangguan sesori, pola bermain, dan emosi. Penyebannya karena antar jaringan dan fungsi otak tidak biasa-biasa saja. Survei menunjukan, anak-anak autisme lahir dari ibu-ibu kalangan ekonomi menengah keatas. Ketika di kandung, asupan gizi ke ibunya tak seimbang. Hakikatnya, anak autis memerlukan perawatan atau intervensi terapi secara dini, terpadu, dan instensif. Dengan intervensi terapi yang sesuai, penyandang autisme dapat mengalami perbaikan dan dapat mengatasi perilaku autistiknya sehingga mereka dapat bergaul secara normal, tumbuh sebagai orang dewasa yang sehat dan dapat hidup mendiri di masyarakat. Berbagai macam terapi yang dapat menolong.

B.    Jenis – jenis autis
            Referensi baku yang dipakai untuk menjelaskan jenis autisme adalah standar Amerika DSM revisi keempat (Diagnostic and Statistical Manual) yang memuat kriteria yang harus dipenuhi dalam melakukan diagnosa autisme. Diagnosa ini hanya dapat dilakukan oleh tim dokter / praktisi ahli bersadarkan pengamatan seksama terhadap perilaku anak autisme dan disertai konsultasi dengan orang tua anak.
Pada kenyataanya, sangat sulit untuk membagi kategory / jenis autisme mengingat tidak ada / jarang ditemukan antara satu dan lain penyandang autisme yang mempunyai gejala yang sama. Setiap penyandang autisme mempunyai ke-'khas'-annya sendiri sendiri. Dengan kata lain ada 1001 jenis atau mungkin satu juta satu jenis autisme di dunia ini yang tidak dapat diperinci satu persatu. Istilah yang lazim dipakai saat ini oleh para ahli adalah 'kelainan spektrum autisme' atau ASD (Autism Spectrum Disorder).
Anak yang telah didiagnosa dan masuk dalam kategori PDD mempunyai persamaan dalam hal kekurang mampuan bersosialisasi dan berkomunikasi akan tetapi tingkat kelainan-nya (spektrum-nya) berbeda satu dengan lainnya.
Seperti dikatakan oleh Ibu Dra Dyah Puspita (psikolog) quote - karena begitu banyaknya jenis / ciri penyandang autisme, sehingga lebih berupa rangkaian dari kelabu muda sekali hingga kelabu tua sekali... (banyak nuansa-nya) . Penggunaan istilah autisme berat/parah dan autisme ringan dapat menyesatkan karena jika dikatakan berat/parah orang tua dapat merasa frustasi dan berhenti berusaha karena merasa tidak ada gunanya lagi. Sebaliknya jika dikatakan ringan/tidak parah maka orang tua merasa senang dan juga dapat berhenti berusaha karena merasa anaknya akan sembuh sendiri. Pada kenyataannya, baik ringan ataupun berat, tanpa penanganan terpadu dan intensif, penyandang autisme sulit mandiri - unquote.
Agar dapat membantu melihat beberapa kelompok besar spektrum autisme yang ada, dapat dilihat dari kategori utama dibawah ini:
1.      Kelainan Autis
Ketidakmampuan dalam bersosialisasi dan berkomunikasi. Sampai dengan umur 3 tahun mempunyai daya imajinasi yang tinggi dalam bermain dan mempunyai perilaku, minat dan aktifitas yang unik (aneh).
Dikategorikan sebagai ketidak mampuan dalam bersosialisasi dan mempunyai minat dan aktifitas yang terbatas tanpa adanya keterlambatan dalam kemampuan berbicara. Kecerdasannya berada pada tingkat normal atau diatas normal.
2.      PDD-NOS (Pervasive Developmental Disorder Not Otherwise Specified)
Atau biasa disebut Autis yang tidak umum dimana diagnosis PDD-NOS dapat dilakukan jika anak tidak memenuhi kriteria diagnosis yang ada (DSM-IV) akan tetapi terdapat ketidakmampuan pada beberapa perilakunya.




3.      Kelainan Rett
Ketidakmampuan yang semakin hari semakin parah (progresif). Sampai saat ini diketahui hanya menimpa anak perempuan. Pertumbuhan normal lalu diikuti dengan kehilangan keahlian yang sebelumnya telah dikuasai dengan baik- khususnya kehilangan kemampuan menggunakan tangan yang kemudian berganti menjadi pergerakan tangan yang berulang ulang dimulai pada umur 1 hingga 4 tahun.
4.      Kelainan Disintegrasi Masa Kanak-kanak
Pertumbuhan yang normal pada usia 1 sampai 2 tahun kemudian kehilangan kemampuan yang sebelumnya telah dikuasai dengan baik.
5.      Kutipan dari tulisan Dr. Hardiono D. Pusponegoro SpA(K)
"Klasifikasi autisme ditentukan berdasarkan kesepakatan para dokter dan dituangkan dalam Diagnostic and Statistical Manual IV (DSM-IV) atau International Classification of Diseases 9 dan 10 (ICD-9 dan ICD-10). Dalam klasifikasi tersebut, diagnosis autisme harus memenuhi syarat tertentu. Bila tidak memenuhi semua kriteria diagnosis, digolongkan dalam PDD-NOS (Pervasive Developmental Disorders not otherwise specified). Akhir-akhir ini, banyak ditemukan kasus-kasus yang masih sangat kecil dengan gejala yang tidak khas. Khusus untuk kasus-kasus ini, kriteria DSM-IV atau ICD-9-10 sulit diterapkan. Beberapa peneliti mencoba membuat klasifikasi khusus untuk anak yang masih kecil dengan fokus pada tahapan perkembangan anak, disebut sebagai Diagnostic Classification: 0-3 (DC 0-3). Walaupun klasifikasi ini belum diterima secara menyeluruh, ada baiknya kita mempelajarinya. Dalam DC 0-3, ada beberapa klasifikasi untuk anak-anak yang menunjukkan gejala mirip sekali dengan autisme misalnya Regulatory Disorder dan Disorders of Relating and Communicating dengan MSDD (Multisystem Developmental Disorder) sebagai salah satu contoh. Sebagian anak ini akan berkembang menjadi autisme, namun banyak di antaranya yang sangat responsif terhadap terapi dan berkembang menjadi anak yang normal. "
6.      Pertanyaan seputar MSDD (Multisystem Developmental Disorder)


Dalam klasifikasi DSM IV tidak ada istilah MSDD. Hanya Gangguan Autistik
untuk yang memenuhi kriteria dan PDD NOS (Pervasive Developmental Disorders Not Otherwise Specified) untuk yang tidak memenuhi kriteria.

Klasifikasi yang menyebut tentang MSDD dibuat oleh sekelompok peneliti yang
disebut sebagai klasifikasi 0-3 (Diagnostic Classification:0-3).

DC:0-3 berpendapat bahwa ada kasus-kasus dimana gangguan interaksi dan
komunikasi terjadi sekunder terhadap kesulitan pemrosesan input sensoris,
sehingga kasus-kasus ini lebih fleksibel dan memberi respons yang baik
terhadap intervensi dini. Gangguan prosesing menyebabkan gangguan
komprehensi/ pengertian, dan kesanggupan melakukan ekspresi atau aksi.
Istilah MSDD menggambarkan bahwa anak mengalami gangguan sensoris multipel dan interaksi sensori-motor.

MSDD ditandai oleh berbagai gejala:
  • Gangguan bermakna, tetapi tidak lengkap dalam kesanggupan untuk
    melakukan dan mempertahankan hubungan emosional dan sosial dengan pengasuh.
  • Gangguan bermakna dalam melakukan, mempertahankan atau mengembangkan komunikasi.
  • Gangguan bermakna dalam auditory processing.
  • Gangguan bermakna dalam prosesing berbagai sensasi lain atau perencanaan gerakan.

Ada 3 pola MSDD:

Pola A: Anak tidak mempunyai tujuan dan tidak mengadakan hubungan untuk sebagian besar waktunya. Mereka menunjukkan kesulitan yang menonjol dalam perencanaan gerak, sehingga tidak memperlihatkan suatu mimik yang sederhana sekalipun.

Pola B: Anak-anak ini memperlihatkan pola hubungan yang intermiten. Mereka dapat menunjukkan mimik yang sesuai sekali-sekali.

Pola C: Anak-anak ini memperlihatkan hubungan yang lebih konsisten.

Jadi bila berpegang pada DSM-IV hanya ada Gangguan Autistik dan PDD-NOS, Kalau berpegang pada DC:0-3 ada MSDD dengan 3 pola, pola A paling berat, B lebih ringan, C paling ringan.

Kesimpulannya, gangguan autistik dan PDD-NOS merupakan gangguan primer sedangkan MSDD merupakan gangguan sekunder. Gangguan sekunder tentunya lebih mudah diatasi.

C.     Faktor-faktor Penyebab Autisme
Para ahli telah melakukan riset dan menghasilakn hipotesa mengenai kemungkinan pemicu autisme, dan digolongkan menjadi beberapa faktor, yaitu :
1.      Faktor genetis atau keturunan
Gen menjadi faktor kuat yang menyebabkan anak autis. Jika dalam satu keluarga memiliki riwayat penderita autis, maka keturunan selanjutnya memiliki peluang besar untuk menderita autis. Hal ini di sebabkan karena terjadi gangguan gen yang memengaruhi perkembangan, pertumbuhan dan pembentukan selsel otak kondisi genetis pemicu autis ini bisa di sebabkan karena usia ibu saat mengandung sudah tua atau usia ayah yang usdah tua. Diketahui bahwa sperma laki - laki berusia tua cenderung mudah bermutasi dan memicu timbulnya autisme. Selain itu ibu yang mengidap diabetes juga di tengarai sebagai peicu autisme pada bayi.
2.      Faktor Kandungan atau Pranatal
Kondisi kandungan juga dapat menyebabkan gejala autisme. Ini di sebabkan oleh virus yang menyerang pada trimester pertama, yaitu  virus syndroma rubella selain itu kesehatan lingkungan juga mempengaruhi kesehatan otaka janin dalam kandungan. Polusi udara bedampak negatif pada perkembangan otak dan pisik janin sehingga meningkatkan kemungkinan bayi lahir dengan resiko autis bahkan bayi lahir prematur dan berat bayi kurang juga merupakan resiko terjadinya autis.
3.      Faktor kelahiran
Bayi yang lahir dengan berat renddah, prematur, dan lama dalam kandungan ( lebih dari 9 bulan ) beresiko mengidap autisme. Selain itu , bayi yang mengalami gagal nafas (hipoksa) saat lahir juga beresiko mengalami autis.
4.      Faktor Lingkungan
Bayi yang lahir sehat belum tentu tidak  mengalami autisme faktor lingkungan (eksternal) juga dapat menyebabkan bayi menderita autisme , seperti lingkungan yang penuh tekanan dan tidak bersih. Lingkungan yang tidak bersih dapat menyebabkan bayi alergi melalui ibu. Karena itu hindari paparan sumber alergi berupa asap rokok, debu, atau makanan yang menyebabkan alergi.
5.      Faktor Obat
Obat untuk mengatasi rasa mual, muntah ataupun menenang yang di konsumsi ibu hamil beresiko menyebabkan anak autis, karena itu anda harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter sebelum mengkonsumsi obat jenis apapun saat hamil.
6.      Faktor Makanan
Zat kimia yang terkandung dalam makanan sangat berbahaya untuk kandungan. Salah satunya, perstisida yang terpapar pada sayuran, di ketahui bahwa pestisida mengganggu fungsi gen pada syaraf pusat, menyebabkan anak autis
7.   Faktor Neurologis
Para ilmuwan telah melakukan penelitian dan ternyata pada penyandang autism juga memilki gangguan spesifik pada perkembangan saraf otak dan sel motorik. Jadi, saraf yang ada di dalam otak ini memiliki kekacauan sehingga tidak bisa berkembang dengan baik. Sel di dalam otak bisa saja berbentuk terlalu kasar atau terlalu halus. Karena hal inilah membuat koneksi kacau sehingga anak yang mengidap autism akan bereaksi berlebihan pada hal yang sepele saja.
Mungkin inilah yang membuat anak autism lebih suka pada kegiatan yang berulang dan rutin soalnya kalau terjadi perubahan sedikitpun pada kebiasaan yang dilakukan maka akan membuat respon yang berlebihan pada anak autis.

8.    Faktor Psikologis
Belakangan ini sudah dilakukan sebuah penelitian yaitu theory of mind yang memungkinkan terjadinya autism pada anak dikarenakan adanya perbedaan pola pikir. Hal ini membuat adanya kemungkinan bahwa ada pengaruh dari faktor psikologis dengan gangguan autism. Teori ini mempelajari faktor yang mempelajari psikologis manusia dan menyadari bahwa setiap individu memiliki keinginan, emosi, hasrat dan keyakinan yang berbeda-beda sehingga sangat mungkin terjadi perbedaan kontrol emosi pada masing-masing individu.
Jadi, memang seharusnya anak yang berusia 4 tahun misalnya, harus memiliki pola pikir pada tahap tertentu namun ada beberapa anak yang tidak bisa memahami apa yang seharusnya sudah berada di tahapnya. Hal inilah yang membuat adanya perbedaan psikologis pada anak penderita autism.
  
C.    Identifikasi atau Ciri - Ciri Autisme
Autisme atau yang juga dikenal sebagai autism spectrum disorder (ASD) merupakan gangguan yang berpengaruh pada proses interaksi sosial, perilaku dan komunikasi. Kelainan ASD ini juga melingkupi sindrom asperger dan autism yang biasanya dialami pada masa anak-anak. Saat ini di Indonesia setidaknya terdapat 2,4 juta jiwa yang mengalami autism menurut data dari badan pusat statistik (BPS). Kemungkinan di Indonesia terdapat satu bayi yang lahir autism setiap 100 bayi yang lahir. Kelainan autism ini sendiri merupakan kelainan yang tidak dapat disembuhkan namun terdapat beberapa langkah penanganan yang bisa membuat gangguan autis berkurang. Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui apa saja gejala dan ciri-ciri yang dimiliki oleh anak autis supaya kita dapat memberikan terapi lebih cepat.
Gejala atau ciri ciri anak autis sendiri baru bisa dilihat dengan jelas setelah terjadi adanya perubahan yang signifikan pada kehidupan seseorang dan biasanya tahap ini mulai terlihat pada masa anak-anak. Gejala anak autis ini sendiri berbeda-beda tiap penyandangnya namun, secara umum gejala ini dapat digolongkan menjadi 2 kategori utama, yaitu :
  • Pertama – adalah kategori yang meliputi gangguan pada komunikasi dan interaksi. Kategori ini ditandai dengan lambannya anak dalam menguasai bahasa dan pemahaman serta kepekaan terhadap perasaan orang lain atau dengan kata lain anak ini tidak memiliki emosi
  • Kedua – adalah kategori yang meliputi minat, pola pikir dan reaksi yang berulang-ulang dalam melakukan suatu kegiatan. Anak autis yang masuk dalam kategori kedua ini salah satunya adalah selalu melakukan hal tertentu yang diulang seperti mengetuk-ngetukan jari atau lainnya terutama saat dirinya sedang kesal.
Berikut ini adalah beberapa ciri-ciri anak pengidap autism yang perlu anda ketahui dengan baik :
1. Autis Pada Usia Anak-Anak
Ciri-ciri autism pada anak-anak mulai bisa dilihat dengan jelas saat anak sudah berusia 3 tahun. Anak autis biasanya memiliki pertumbuhan mental yang tidak seperti anak normal biasanya misalnya belum bisa bicara atau kalaupun sudah bisa bicara menggunakan bahasa yang tidak diketahui oleh orang lain. Komunikasi yang dilakukan oleh anak autis pun sangat tidak baik atau kurang sopan menurut orang normal.
Ciri anak autis lainnya yang bisa di lihat pada saat dirinya masih dalam usia anak-anak adalah ketika dirinya berbicara tidak menatap orang yang menjadi lawan bicaranya, tidak ekspresif seperti anak seumurannya, tidak bisa memberikan simpati kepada orang lain dan hanyut pada dunianya sendiri. Anak autis juga akan bermain dengan benda yang dia senangi saja dengan gerakan yang berulang-ulang serta rutinitas yang dilakukan cukup aneh dan jadwal bermainnya lebih panjang dibandingkan dengan anak seusianya.
2. Gangguan Perkembangan Persasiv YTT (PDD-NOS)
Gangguan PPD-NOS merupakan salah satu kelainan mental yang dialami oleh anak hampir seperti autis. Gejalanya juga hampir sama yaitu memiliki gangguan pada komunikasi, interaksi dan perilaku. Pada usia anak-anak gejalanya akan hampir tidak bisa dibedakan dengan kelainan mental autism. Namun pada anak yang mengalami PDD NOS ini masih lebih baik karena bisa memandang orang yang menjadi lawan bicaranya serta bersikap lebih tenang dibandingkan dengan anak autis.
3. Sindroma Rett
Salah satu jenis gangguan kelainan autism pada anak lainnya adalah sindroma rett. Sindroma rett ini lebih sering dialami oleh anak perempuan dimana pada saat dirinya lahir hingga pada usia 6 bulan perkembangannya masih normal namun, setelah itu mulai menunjukkan adanya beberapa kelainan mental. Anak yang mengidap sindroma rett ini sama halnya dengan anak pengidap autis. Dimana dirinya tidak akan bisa berbicara normal dan kurang bisa bergaul dengan teman sebayanya.
4. Perkembangan Tidak Seimbang
Perkembangan bayi atau anak autis ditandai dengan adanya ketidakseimbangan. Hal ini dikarenakan sistem motorik anak mengalami gangguan sehingga, perkembangan otaknya pun tidak bisa berkembang dengan baik. Bagi anda yang memiliki anak autis, maka harus sangat giat memberikan pelajaran bagi anak supaya bisa belajar dengan baik.
5. Anak Menyukai Kegiatan yang Mengulang
Perhatikan anak anda, jika dirinya menyukai kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang dan dalam frekuensi yang sangat tinggi. Seperti misalnya melompat apalagi jika kegiatan ini dilakukan dimanapun dan kapanpun. Salah satu ciri ciri anak autis sejak bayi adalah menyukai suatu kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang.
6. Memiliki Gangguan Pada Berbicara
Salah satu ciri yang paling mudah dikenali dari anak autis adalah dari gaya bicaranya. Anak autis memiliki gaya bicara yang khas yaitu gagap, terlambat dan kurang bisa mengerti kata-kata yang sering digunakan oleh orang pada umumnya. Anak autis ini memiliki bahasa dan istilah sendiri yang memang terkadang membuat lawan bicara bingung. Namun anda sebagai orang normal harus memaklumi dan andalah yang harus belajar bahasa mereka serta anda tetap memberikan pengetahuan mengenai bahasa pada umumnya.
7. Membenci Suara Bising
Sebaiknya jika sedang melakukan pembicaraan dengan anak autis jangan menggunakan nada dan intonasi yang keras. Hal ini dikarenakan salah satu tanda anak autis adalah tidak menyukai suara yang terlalu keras atau bising. Pada saat anak autis mendengar suara terlalu keras maka dirinya akan langsung menjadi gelisah dan tidak tenang bahkan respon mereka bisa berlebihan hingga pada menjerit keras.
8. Tidak Suka Adanya Kontak Fisik
Anak autis juga tidak menyukai adanya kontak fisik terutama dari orang yang tidak dikenalnya. Jika anak autis disentuh, dirinya akan senantiasa menghindar dan bersembunyi dari orang tersebut. Anak autis juga tidak suka melakukan pembicaraan sekalipun berbicara mereka tidak akan memandang orang yang menjadi lawan bicaranya tersebut.
9. Emosi Anak Tidak Stabil
Anak autis tidak bisa mengontrol dan mengendalikan emosi mereka. Anak autis akan meluapkan segala emosinya dan biasanya terjadi pada waktu yang tidak terduga dan dalam situasi apapun seperti tiba-tiba menangis, tiba-tiba menjerit, tertawa tanpa ada sebab yang jelas. Oleh karena itu, banyak orang yang menyebut anak autis sebagai penderita gangguan sakit jiwa atau (maaf) gila.
10. Asik Dengan Dunianya Sendiri
Anak autis selalu memiliki dunianya sendiri dan hanya dia yang tahu bagaimana cara menikmati dunianya tersebut. Oleh karena itu, anak autis tidak menyukai bila bermain dengan anak lainnya dan menghindari mereka. Saat bermain dengan dunianya sendiri ini juga anak autis akan mengekspresikan kemampuan bicaranya.
11. Respon Pada Benda yang Berbeda
Maksud dari kata tersebut adalah anak autis biasanya akan menggunakan indera penciuman lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan indera peraba. Indera penciuman ini dilakukan ketika ada benda baru yang dilihatnya. Tidak seperti anak lain yang biasanya akan melihat dan meraba namun pada anak autis mereka ini akan mencium bahkan memakan benda tersebut sebagai bentuk eksplorasi. Tentunya sebagai orang tua harus melakukan pengawasan ketat pada anak autis karena sangat berbahaya jika benda yang ditemukan adalah benda beracun.
12. Tidak Melakukan Kontak Mata
Salah satu ciri anak autis yang sudah sempat disinggung sebelumnya adalah tidak bisa melakukan kontak mata dengan orang lain dan penglihatannya akan cenderung ke bawah. Namun anak autis ini juga memiliki keterkaitan lainnya pada beberapa hal seperti cahaya matahari dan benda yang gemerlap. Anak autis bisa memandangi cahaya matahari dalam waktu yang lama bahkan berjam-jam sembari, melakukan gerakan yang diulang-ulang misalnya seperti membuat lingkaran dengan tangannya.


13. Tidak memiliki respon spontan pada saat bayi
Ciri-anak autis juga bisa dilihat sejak dari saat anak masih bayi. Cirinya dapat dilihat seperti tidak memiliki respon spontan pada usia 0 hingga 6 bulan. Bayi akan cenderung jarang menangis namun terlalu sensitif pada beberapa jenis sentuhan. Selain itu, bayi juga akan cenderung menggerakan kaki dan tangannya secara berlebihan saat dirinya sedang mandi. Pada saat anak digendong tangannya akan mengepal dan kakinya akan menegang berbeda dengan anak normal biasanya. Selain itu, juga tidak ada senyum yang biasanya dilakukan oleh anak bayi.
14. Ciri Pada Usia 6 Hingga 12 Bulan
Ciri ciri anak autis juga bisa dilihat pada saat usianya masih 6 hingga 12 bulan. anak Autis pada usia ini jika digendong akan kaku dan tegang serta tidak memiliki ketertarikan untuk melakukan interaksi dan tidak tertarik dengan segala jenis mainan padahal biasanya anak usia ini sangat responsif terhadap hal baru seperti mainan yang menarik. Anak juga tidak memiliki ketertarikan pada suara atau kata dan orang yang mengajaknya bercanda seperti biasanya. Anak malah akan memandangi bagian tangan atau benda yang dipegangnya dalam waktu yang sangat lama. Hal ini disebabkan karena terjadinya gangguan pelambatan sensor motorik anak yang terlalu kasar atau halus.
15. Ciri pada Usia 2 Hingga 3 Tahun
Anak pada usia 2 hingga 3 tahun seharusnya masih dalam masa aktif karena sudah bisa berjalan dan lainnya sehingga dirinya membutuhkan eksplorasi pada hal-hal sekitar. Namun ini lain yang dialami oleh anak autis dimana dirinya mungkin belum bisa berjalan dan masih digendong. Perkembangan sel motoriknya yang lambat menjadikan hal ini terjadi, sehingga anak enggan menggerakan tubuhnya. Pada usia ini juga bisa dideteksi dengan adanya gangguan pada interaksi sosial, berkomunikasi dan berbahasa yang baik, cara menonton dan bermain tidak seperti anak lainnya yang aktif.
16. Ciri pada Usia 4 Hingga 5 Tahun
Pada usia ini mungkin akan menjadi masa yang sulit bagi para orang tua yang memilki autism. Hal ini dikarenakan pada usia ini anak mulai menunjukkan keeksistensian dirinya namun dirinya sendiri tidak bisa mengendalikan ekpresi dan emosinya. Jadi, anak akan tertawa dengan keras, berteriak tidak jelas, marah bahkan menangis tanpa ada sebab yang jelas. Anak autis juga lebih suka untuk menirukan suara-suara aneh yang didengarnya. Ciri lain yang akan dialami oleh anak autis pada usia ini adalah jika kemauannya tidak dituruti maka dia akan melakukan hal-hal yang membahayakan dirinya bahkan melukai diri sendiri.
17. Ciri Fisik
Ciri anak yang mengidap autis juga bisa dilihat secara fisik seperti memilki jarak mata yang cukup lebar dibandingkan dengan anak yang tidak mengidap autis. Ciri lain yang dialami oleh anak autis adalah memiliki bagian tengah wajahnya sempit. Selain itu, daerah pipi dan hidung juga memiliki jarak yang lebih dekat. Jarak antara bibir dan hidung biasanya lebih sempit. Ciri-ciri ini sudah dilakukan penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan pada anak autis. Jadi, jika anda menemukan anak anda memilikinya mungkin anda perlu mewaspadainya.
D.    Asesmen Autisme
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi social, kognisi, dan aktifitas imajinasi, gejalanya mulai tampak sebelum anak berusia 3 tahun. Sedangkan pada autisme infatil gejalanya mulai lahir. Asesmen merupakan suatu kegiatan untuk melakukan pengamatan, analisis tugas, pemberian tes untuk menafsirkan, mendeskripsikan tentang karakteristik seseorang, guna pengambilan keputusan tentang pelayanan bagi individu yang bersangkutan. Asesmen ini dimaksudkan untuk memahami keunggulan dan hambatan belajar siswa dan diharapkan program yang disusun benar-benar sesuai dengan kebutuhan belajarnya.
1.      Manfaat Asesmen
a.       Untuk mengetahui mengenai identitas anak autisme secara lengkap dan terinci
b.      Untuk mengetahui tingkat kemampuan dan kebutuhan anak autisme
c.  Pedoman untuk mengklasifikasikan dan menyusus program-program kegiatan anak autisme
d.      Pedoman untuk penyusunan program dan strategi pembelajaran
2.      Masalah-masalah anak autis :
a.       Perilaku
Prilakunya sangat tidak wajar dan cenderung mengalihkan perhatian. Cenderung “peka secara berlebihan” (suara, sentuhan, irama) terhadap stimulus lingkungan juga kerap membuat anak berprilaku kurang menyebnangkan
b.      Pemahaman
Anak autis lebih merespon terhadap stimulus visual, sehingga interaksi dan uraian verbal (apalagi yang panjang dalam bahasa yang rumit) akan sulit mereka pahami.
c.       Komunikasi
Anak autis sulit berekpresi diri. Sebagian besar dari mereka, meskipun dapat berbicara namun menggunakan kalimat pendek dan kosakata yang sederhana.
d.      Interaksi
Permasalahan pada perkembangan sosialnya, Sulitnya berkomunikasi, dan tidak mampu memahami aturan-aturan dalam pergaulan, sehingga biasanya anak autis tidak memiliki banyak teman.
3.      Asesmen Prinsip Pembelajaran Bagi Anak Autis
a.       Prinsip Kekonkritan
Saat belajar guru mungkin dapat mengguanakan benda-benda konkrit sebagai alat bantu atau media dan sumber pencapaian tujuan pembelajaran
b.       Prinsip Belajar Sambil Melakuakan
Proses pembelajaran tidak harus selamanya bersifat informatif, tetapi bisa juga peserta didik diajak kedalam situasi nyata sesuai dengan tuntutan tujuan yang ingin dicapai dan karakter bahan yang diajarkan sehingga materi yang disampaikan dapat mengasah empati pada diri anak autis.
c.       Prinsip Ketararahan Wajah dan Suara
Siswa autis mengalami hambatan dalam pemusatan perhatian dan konsentrasi, sehingga kesulitan dalam memahami setiap materi yang diajarkan padanya. Guru diharapkan mampu memberikan pemahaman secara jelas, baik dalam gerak maupun suara. Guru hendaknya menggunakan lafal/ejaan yang jelas dan tegas, serta menghadap ke peserta didik serta mudah dimengerti.
d.      Prinsip Kasih Sayang
Anak autis memiliki hambatan atau kesulitan pada konsentrasi sehingga berdampak negatif pada kognitifnya, dalam hal ini anak autis membutuhkan kasih sayang yang tulus dari guru. Guru hendaknya menggunakan bahasa yang sederhana, tegas, jelas, memahami kondisi siswa dan menunjukkan sikap sabar, rela berkorban, memberi contoh perilaku yang baik, ramah. Sehingga tumbuh ketertarikan siswa, dan akhirnya mereka memiliki semangat untuk belajar.
e.       Prinsip Kebebasan yang Terarah
Siswa autis memiliki sikap yang tidak mau dikekang dan semaunya sendiri. Guru hendaknya mampu mengarahkan dan menyalurkan segala perilaku anak ke arah positif dan berguna, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk otang lain.
f.       Prinsip Penggunaan Waktu Luang
Siswa autis tidak bisa diam. Selalu ada saja yang ia kerjakan sehingga lupa waktu tidur, istirahan dan lain sebagainya. Guru hendaknya membimbing siswa dengan mengisi waktu luangnya dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat.
g.      Prinsip Minat dan Kemampuan
Guru harus mempu menggali minat dan kemampuan siswa dalam pelajraan, untuk dijadiakan acuan dalam memberi tugas-tugas tertentu. Dengan memberi tugas yang sesuai, mereka akan merasa senang , dan lama-kelamaan mereka akan terbiasa belajar.

h.      Prinsip Emosional, Sosial, dan Perilaku
Anak autis memiliki ketidaksinambungan emosi, sehingga berprilaku semaunya sendiri, dan tidak terkontrol dalam pergaulan hidup bermasayarakat. Guru harus berusaha mengidentifikasi problem emosi anak, kemudian berupaya menghilangkannya untuk menumbuhakan sifat empati pada lingkungan.
i.        Prinsip Disiplin
Anak autis biasanya memenuhi keinginannya tanpa memperhatikan situasi dan kondisi di lingkungannya. Guru perlu membiasakan siswa untuk hidup teratur dengan selalu diberikan keteladanan dan pembinaan dengan sabar


E.     Bentuk dan Jenis Layanan untuk anak Autis
Autis masih menjadi misteri yang belum terpecahkan sepenuhnya oleh kdokteran. Para pakar belum sepakat soal penyebab penyakit ini. Namun, sebagian pakar setuju bahwa sindrom autis terjadi karena kelainan pada otak.  Hingga kini,bisa tidak nya autis di sembuhkan (total) juga masih menjadi pertentangan dalam dunia kedokteran dan psikologi. Namun orang tua hendaknya harus mencoba berbagai terapi. Setidaknya dengan terapi, keadaan si anak. Penanganan yang di berikan juga harus di sesuaikan dengan gejala yang di perlihatkan oleh  anak  tersebut. Anak autis yang memiliki intiligensi rata-rata, mampu berkomunikasi dan tidak emiliki perilaku refitif atau melukai diri sendiri maupun orang lain. Hal tersebut berbeda  fokus menanganan nya dnegan anak autis yang memiliki mental retardasi, tidak berbicara, serta memiliki perilaku yang melukai diri sendiri atau orang lain. Saat ini ada berbagai terapi autis, baik yang di akui oleh dunia medis maupun yang masih berdasarkan disiplin ilmu tradisional. Diharapkan dengan mencoba terapi ini anak yang mengalami autis bisa berkembang lebih baik. Macam-macam terapi autis di antaranya sebagai berikut :
1.      Metode ABA
Metode ABA (Applied Behavioral Analysis) Kelebihan metode ini dari metode lain adalah sifatnya yang sangat terstruktur, kurikulumnya jelas dan keberhasilannya bisa dinilai secara objectif. Dan penatalaksanaannya di lakukan selama 4-8 jam sehari. Di metode ini, anak di latih berbagai macam keterampilan yang berguna bagi hidup bermasyarakat, misalnya berkomunikasi, berinteraksi, berbicara dan berbahasa. Di indonesia metode ini lebih dikenal dengan metode Lovaas (Nama orang yang mengembangkannya) di Yayasan Autis Indonesia (YAI).
2.      Masuk kelompok Khusus
Di kelompok ini mereka mendapatlkan kurikulum yang khusus dirancang secara individual. Mereka yang belum siap masuk kekelompok bermain, bisa diikutsertakan kedalam kelompok khusus. Disini anak akan mendapatkan penanganan terpadu yang melibatkan berbagai tenaga ahli seperti psikeater, psikologi, terapis wicara, terapis okupasi, dan ortopedagok. Sayangnya tidak semua penyandang autis bisa mengikuti pendidikan formal meskipun tingkat kecerdasannya masih bisa masuk kesekolah luar biasa atau SLB dikarenakan jika perilaku si anak tidak bisa diperbaiki contohnya seperti : semaunya sendiri, agresif, hiperaktif, dan tidak bisa berkonsentrasi. Perilaku anak tersebut harus diperbaiki dengan bantuan obat, agar dapat mengikuti proses belajar.
3.      Pemberian Obat
Banyak orangtua takut memberikan obat pada penderita autis, dikarenakan penyandang tidak boleh diberikan sembarang obat tetapi obat yang diberikan harus sesuai gejala dan gejala yang sebaiknya dihilangkan dengan obat adalah : hiperaktif yang hebat, menyakiti diri sendiri, menyakiti orang lain, dan gangguan tidur. Tidak ada satupun obat yang dibuat khusus untuk menyembuhkan autisme. Berikut beberapa produk yang direkomendasikan untuk menanggulangi anak autis adalah
a.      CHILDREN NUTRIENT HIGH CALCIUM POWDER ( KALSIUM 1 )
b.      ZINC
c.       PINE POLLEN POWDER CAPSULES
d.      SPIRULINA
e.       VITALITY SOFTGEL CAPSULES
f.        BENEFICIAL
g.      CORDYCEPS MYCELLIUM CAPSULES
4.      Penggunaan Alat Bantu
Banyak anak autisme belajar lebih baik dengan menggunakan penglihatannya. Media gambar dianggap karena berbicara memerlukan waktu yang singkat. Dengan diperlihatnya gambar anak dapat berkonsentrasi. Alat bantu visual dapat kita buat dengan menggunakan benda konkret, foto berwarna atau gambar. Alat bantu visual dapat membantu anak mengerti tentang sesuatu yang akan terjadi yaitu dengan menggunakan urutan gambar. Contohnya : gambar aktivitas makan dan komputer
5.      Terapi-terapi Lainnya
Dibagi menjadi :
a.       Terapi akupuntur
Metode tusuk jarum ini di harapkan bisa menstimulasi sitem syaraf pada otak hingga dapat bekerja kembali.
b.      Terapi Musik
Musik di harapkan memberikan getaran gelombang  yang akan berpengaruh terhadap permukaan membran otak.
c.       Terapi Balur
Terapi ini bertujuan untuk mengurangi mengurangi kadar merkury dalam tubuh penyandang autis. Cara nya , menggunakan cuka aren dan campur bawang yang di lulurkan lewat kulit.
d.      Terapi Perilaku
Tujuannya, agar sang anak memfokuskan perhatian , bersosialisai dengan lingkungan nya unutk meningkatkan pemahaman dan  kepatuhan anak terhadap aturan. Terapi ini umumnya mendapatkan hasil yang signifikan bila dilakukan secara instensif, teratur, dan konsisten pada usia dini.
e.       Terapi Anggota Keluarga
Orang tua yang memiliki anak autis, harus mendampingi dan memberi perhatian penuh pada sang anak hingga terbentuk  ikatan emosional yang kuat.
f.       Terapi Lumba-lumba
Telah di ketahui oleh dunia medis bahwa di tubuh lumba-lumba terkandung potensi yang bisa menyelaraskan kerja  syaraf motorik dan sensorik pada penderita autis. Terapi anak autis dengan lumba-lumba sudah terbukti 4 kali lebih efektif dan lebih cepat di bandingkan dengan terapi lainnya .gelombang suara yang di pancarkan dengan lumba-lumba ternyata berpengaruh pada perkembangan otak anak autis



















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Jadi, kesimpulannya autisme adalah gangguan perkembagan yang mencakup bidang komunnikasi, interaksi, dan perilaku. Gejalanya mulai tampak pada anak sebelum mencapai usia tiga tahun. Gangguan autistik ditandai dengan tiga gejala utama yaitu gangguan interakasi sosial, gangguan komunikasi, dan perilaku yang stereotipik. Yang disebabkan oleh 6 faktor yaitu : faktor genetis atau keturunan, faktor kandungan atau pranatal, faktor kelahiran, faktor lingkungan, faktor obat, dan faktor makanan.

B.     Saran
Saat mengandung para ibu harus lebih menjaga kesehatan dengan berada dilingkungan yang bersih agar tidak mudah terkena virus dan tidak mudah alergi. Selain itu juga para ibu juga harus menjaga pola makannya dengan memakan makan yang sehat dan bergizi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

peta konsep PKR modul 5