BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Autisme pada dasarnya adalah suatu kelainan biologis
pada penyandangnya. Pada saat ini autisme dikategorikan sebagai “biological
disorder”, dalam arti bahwa autisme bukan merupakan gangguan psikologis. Lebih
spesifik dapat dikatakan bahwa autisme adalah suatu gangguan perkembangan
karena adanya kelainan pada sistem saraf penyandangnya (neurological or brain
based development disorder). Autisme dapat terjadi pada siapa pun, tanpa
membedakan warna kulit, status sosial ekonomi maupun pendidikan seseorang.
Sampai saat ini, penyebab GSA belum dapat ditetapkan. Negara-negara maju yang
sanggup melakukan penelitian menyatakan bahwa penyebab autisme adalah interaksi
antara faktor genetik dan mungkin berbagai paparan negatif yang didapat dari
lingkungan. Kelainan ini menimbulkan gangguan, antara lain gangguan komunikasi,
interaksi sosial, serta keterbatasan aktivitas dan minat. Autisme pada saat ini
sudah dikategorikan sebagai suatu epidemik di beberapa negara. Penanganan yang
sudah tersedia di Indonesia antara lain terapi perilaku, terapi wicara, terapi
komunikasi, terapi okupasi, terapi sensori integrasi, dan pendidikan khusus.
Beberapa dokter melakukan penatalaksanaan penanganan biomedis dan diet khusus.
Penanganan lain seperti integrasi auditori, oxygen hiperbarik, pemberian
suplemen tertentu, sampai terapi dengan lumba-lumba, juga sering ditawarkan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa definisi dan Hakekat Autisme
?
2.
Apa saja jenis – jenis autis ?
3.
Apa saja faktor-faktor penyebab
Autisme ?
4.
Bagaimana cara mengidentifikasi
atau mengetahui ciri-ciri anak Autisme ?
5.
Apa asesmen yang dilakukan untuk
anak Autisme ?
6.
Bagaimana bentuk layanan untuk
Anak Autisme ?
C. Tujuan Penelitian
1.
Untuk mengetahui definisi dan
hakikat autisme.
2.
Untuk mengetahui jenis – jenis
autis.
3.
Untuk mengetahui faktor-faktor
penyebab autisme.
4.
Untuk mengetahui cara
mengidentifikasi atau ciri-ciri anak autisme.
5.
Untuk mengetahui asasmen yang
dilakukan untuk anak autisme.
6.
Untuk mengetahui bentuk layanan
untuk anak autisme.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi dan
Hakekat Autisme
Istilah Autisme berasal dari “autos” yang
berarti “diri sendiri” dan “isme” yang berarti “aliran”. Autisme berarti suatu paham yang tertarik hanya pada
dunianya sendiri. Ada pula yang menyebutkan bahwa autisme adalah gangguan
perkembagan yang mencakup bidang komunnikasi, interaksi, dan perilaku.
Gejalanya mulai tampak pada anak sebelum mencapai usia tiga tahun. Gangguan
autistik ditandai dengan tiga gejala utama yaitu gangguan interakasi sosial,
gangguan komunikasi, dan perilaku yang stereotipik. Di antara ketiga hal tersebut, yang paling penting diperbaiki lebih dahulu
adalah interaksi sosial. Apabila interaksi mebaik, sering kali gangguan
komunikasi dan perilaku akan membaik secara otomatis. Banyak orang tua yan
mengharapkan anaknya segera bicara. Tanpa interaksi yang baik, bicara yang
sering kali berupa ekolalia, mengulang sesuatu yang di dengarnya. Komunikasi
juga tidak selalu identik denngan
bicara. Bisa berkomunikasi nonverbal jauh lebih baik dibandingkan dengan bicara
yang tidak dapat dimengerti olehnya. Semantara itu menurut Mudjito, autisme
ialah anak yang mengalami gangguan berkomunikasi dan berinteraksi sosial serta
mengalami berkomunikasi dan berinteraksi sosial serta mengalami gangguan
sesori, pola bermain, dan emosi. Penyebannya karena antar jaringan dan fungsi
otak tidak biasa-biasa saja. Survei menunjukan, anak-anak autisme lahir dari
ibu-ibu kalangan ekonomi menengah keatas. Ketika di kandung, asupan gizi ke
ibunya tak seimbang. Hakikatnya, anak autis memerlukan perawatan atau
intervensi terapi secara dini, terpadu, dan instensif. Dengan intervensi terapi
yang sesuai, penyandang autisme dapat mengalami perbaikan dan dapat mengatasi
perilaku autistiknya sehingga mereka dapat bergaul secara normal, tumbuh
sebagai orang dewasa yang sehat dan dapat hidup mendiri di masyarakat. Berbagai
macam terapi yang dapat menolong.
B. Jenis – jenis autis
Referensi
baku yang dipakai untuk menjelaskan jenis autisme adalah standar Amerika DSM
revisi keempat (Diagnostic and Statistical Manual) yang memuat kriteria yang
harus dipenuhi dalam melakukan diagnosa autisme. Diagnosa ini hanya dapat
dilakukan oleh tim dokter / praktisi ahli bersadarkan pengamatan seksama
terhadap perilaku anak autisme dan disertai konsultasi dengan orang tua anak.
Pada
kenyataanya, sangat sulit untuk membagi kategory / jenis autisme mengingat
tidak ada / jarang ditemukan antara satu dan lain penyandang autisme yang
mempunyai gejala yang sama. Setiap penyandang autisme mempunyai ke-'khas'-annya
sendiri sendiri. Dengan kata lain ada 1001 jenis atau mungkin satu juta satu
jenis autisme di dunia ini yang tidak dapat diperinci satu persatu. Istilah
yang lazim dipakai saat ini oleh para ahli adalah 'kelainan spektrum autisme'
atau ASD (Autism Spectrum Disorder).
Anak yang telah
didiagnosa dan masuk dalam kategori PDD mempunyai persamaan dalam hal kekurang
mampuan bersosialisasi dan berkomunikasi akan tetapi tingkat kelainan-nya
(spektrum-nya) berbeda satu dengan lainnya.
Seperti
dikatakan oleh Ibu Dra Dyah Puspita (psikolog) quote - karena begitu banyaknya
jenis / ciri penyandang autisme, sehingga lebih berupa rangkaian dari kelabu
muda sekali hingga kelabu tua sekali... (banyak nuansa-nya) . Penggunaan
istilah autisme berat/parah dan autisme ringan dapat menyesatkan karena jika
dikatakan berat/parah orang tua dapat merasa frustasi dan berhenti berusaha
karena merasa tidak ada gunanya lagi. Sebaliknya jika dikatakan ringan/tidak
parah maka orang tua merasa senang dan juga dapat berhenti berusaha karena
merasa anaknya akan sembuh sendiri. Pada kenyataannya, baik ringan ataupun
berat, tanpa penanganan terpadu dan intensif, penyandang autisme sulit mandiri
- unquote.
Agar dapat membantu melihat beberapa kelompok besar
spektrum autisme yang ada, dapat dilihat dari kategori utama dibawah ini:
1.
Kelainan Autis
Ketidakmampuan
dalam bersosialisasi dan berkomunikasi. Sampai dengan umur 3 tahun mempunyai
daya imajinasi yang tinggi dalam bermain dan mempunyai perilaku, minat dan
aktifitas yang unik (aneh).
Dikategorikan
sebagai ketidak mampuan dalam bersosialisasi dan mempunyai minat dan aktifitas
yang terbatas tanpa adanya keterlambatan dalam kemampuan berbicara.
Kecerdasannya berada pada tingkat normal atau diatas normal.
2. PDD-NOS (Pervasive Developmental Disorder Not Otherwise Specified)
Atau biasa
disebut Autis yang tidak umum dimana diagnosis PDD-NOS dapat dilakukan jika
anak tidak memenuhi kriteria diagnosis yang ada (DSM-IV) akan tetapi terdapat
ketidakmampuan pada beberapa perilakunya.
3.
Kelainan Rett
Ketidakmampuan
yang semakin hari semakin parah (progresif). Sampai saat ini diketahui hanya
menimpa anak perempuan. Pertumbuhan normal lalu diikuti dengan kehilangan
keahlian yang sebelumnya telah dikuasai dengan baik- khususnya kehilangan
kemampuan menggunakan tangan yang kemudian berganti menjadi pergerakan tangan
yang berulang ulang dimulai pada umur 1 hingga 4 tahun.
4. Kelainan
Disintegrasi Masa Kanak-kanak
Pertumbuhan
yang normal pada usia 1 sampai 2 tahun kemudian kehilangan kemampuan yang
sebelumnya telah dikuasai dengan baik.
5.
Kutipan dari tulisan Dr. Hardiono
D. Pusponegoro SpA(K)
"Klasifikasi
autisme ditentukan berdasarkan kesepakatan para dokter dan dituangkan dalam
Diagnostic and Statistical Manual IV (DSM-IV) atau International Classification
of Diseases 9 dan 10 (ICD-9 dan ICD-10). Dalam klasifikasi tersebut, diagnosis
autisme harus memenuhi syarat tertentu. Bila tidak memenuhi semua kriteria
diagnosis, digolongkan dalam PDD-NOS (Pervasive Developmental Disorders not
otherwise specified). Akhir-akhir ini, banyak ditemukan kasus-kasus yang masih
sangat kecil dengan gejala yang tidak khas. Khusus untuk kasus-kasus ini,
kriteria DSM-IV atau ICD-9-10 sulit diterapkan. Beberapa peneliti mencoba
membuat klasifikasi khusus untuk anak yang masih kecil dengan fokus pada
tahapan perkembangan anak, disebut sebagai Diagnostic Classification: 0-3 (DC
0-3). Walaupun klasifikasi ini belum diterima secara menyeluruh, ada baiknya
kita mempelajarinya. Dalam DC 0-3, ada beberapa klasifikasi untuk anak-anak
yang menunjukkan gejala mirip sekali dengan autisme misalnya Regulatory
Disorder dan Disorders of Relating and Communicating dengan MSDD (Multisystem
Developmental Disorder) sebagai salah satu contoh. Sebagian anak ini akan
berkembang menjadi autisme, namun banyak di antaranya yang sangat responsif
terhadap terapi dan berkembang menjadi anak yang normal. "
6.
Pertanyaan seputar MSDD (Multisystem Developmental
Disorder)
Dalam klasifikasi DSM IV tidak ada istilah MSDD. Hanya Gangguan Autistik
untuk yang memenuhi kriteria dan PDD NOS (Pervasive Developmental Disorders Not Otherwise Specified) untuk yang tidak memenuhi kriteria.
Klasifikasi yang menyebut tentang MSDD dibuat oleh sekelompok peneliti yang
disebut sebagai klasifikasi 0-3 (Diagnostic Classification:0-3).
DC:0-3 berpendapat bahwa ada kasus-kasus dimana gangguan interaksi dan
komunikasi terjadi sekunder terhadap kesulitan pemrosesan input sensoris,
sehingga kasus-kasus ini lebih fleksibel dan memberi respons yang baik
terhadap intervensi dini. Gangguan prosesing menyebabkan gangguan
komprehensi/ pengertian, dan kesanggupan melakukan ekspresi atau aksi.
Istilah MSDD menggambarkan bahwa anak mengalami gangguan sensoris multipel dan interaksi sensori-motor.
MSDD ditandai oleh berbagai gejala:
- Gangguan bermakna, tetapi
tidak lengkap dalam kesanggupan untuk
melakukan dan mempertahankan hubungan emosional dan sosial dengan pengasuh. - Gangguan bermakna dalam melakukan, mempertahankan atau mengembangkan komunikasi.
- Gangguan bermakna dalam auditory processing.
- Gangguan bermakna dalam prosesing berbagai sensasi lain atau perencanaan gerakan.
Ada 3 pola MSDD:
Pola A: Anak tidak mempunyai tujuan dan tidak mengadakan hubungan untuk sebagian besar waktunya. Mereka menunjukkan kesulitan yang menonjol dalam perencanaan gerak, sehingga tidak memperlihatkan suatu mimik yang sederhana sekalipun.
Pola B: Anak-anak ini memperlihatkan pola hubungan yang intermiten. Mereka dapat menunjukkan mimik yang sesuai sekali-sekali.
Pola C: Anak-anak ini memperlihatkan hubungan yang lebih konsisten.
Jadi bila berpegang pada DSM-IV hanya ada Gangguan Autistik dan PDD-NOS, Kalau berpegang pada DC:0-3 ada MSDD dengan 3 pola, pola A paling berat, B lebih ringan, C paling ringan.
Kesimpulannya, gangguan autistik dan PDD-NOS merupakan gangguan primer sedangkan MSDD merupakan gangguan sekunder. Gangguan sekunder tentunya lebih mudah diatasi.
C.
Faktor-faktor Penyebab Autisme
Para ahli telah melakukan riset dan menghasilakn hipotesa mengenai
kemungkinan pemicu autisme, dan digolongkan menjadi beberapa faktor, yaitu :
1. Faktor genetis atau keturunan
Gen menjadi
faktor kuat yang menyebabkan anak autis. Jika dalam satu keluarga memiliki
riwayat penderita autis, maka keturunan selanjutnya memiliki peluang besar
untuk menderita autis. Hal ini di sebabkan karena terjadi gangguan gen yang
memengaruhi perkembangan, pertumbuhan dan pembentukan selsel otak kondisi
genetis pemicu autis ini bisa di sebabkan karena usia ibu saat mengandung sudah
tua atau usia ayah yang usdah tua. Diketahui bahwa sperma laki - laki berusia tua cenderung mudah bermutasi dan memicu timbulnya autisme.
Selain itu ibu yang mengidap diabetes juga di tengarai sebagai peicu autisme
pada bayi.
2. Faktor Kandungan atau Pranatal
Kondisi
kandungan juga dapat menyebabkan gejala autisme. Ini di sebabkan oleh virus
yang menyerang pada trimester pertama, yaitu
virus syndroma rubella selain
itu kesehatan lingkungan juga mempengaruhi kesehatan otaka janin dalam
kandungan. Polusi udara bedampak negatif pada perkembangan otak dan pisik janin
sehingga meningkatkan kemungkinan bayi lahir dengan resiko autis bahkan bayi
lahir prematur dan berat bayi kurang juga merupakan resiko terjadinya autis.
3. Faktor kelahiran
Bayi yang lahir
dengan berat renddah, prematur, dan lama dalam kandungan ( lebih dari 9 bulan ) beresiko
mengidap autisme. Selain itu , bayi yang mengalami gagal nafas (hipoksa) saat
lahir juga beresiko mengalami autis.
4. Faktor Lingkungan
Bayi yang lahir
sehat belum tentu tidak mengalami
autisme faktor lingkungan (eksternal) juga dapat menyebabkan bayi menderita
autisme , seperti lingkungan yang penuh tekanan dan tidak bersih. Lingkungan
yang tidak bersih dapat menyebabkan bayi alergi melalui ibu. Karena itu hindari
paparan sumber alergi berupa asap rokok, debu, atau makanan yang menyebabkan alergi.
5. Faktor Obat
Obat untuk
mengatasi rasa mual, muntah ataupun menenang yang di konsumsi ibu hamil
beresiko menyebabkan anak autis, karena itu anda harus berkonsultasi terlebih
dahulu dengan dokter sebelum mengkonsumsi obat jenis apapun saat hamil.
6. Faktor Makanan
Zat kimia yang
terkandung dalam makanan sangat berbahaya untuk kandungan. Salah satunya, perstisida yang terpapar pada sayuran, di
ketahui bahwa pestisida mengganggu fungsi gen pada syaraf pusat, menyebabkan
anak autis
7. Faktor Neurologis
Para ilmuwan telah melakukan penelitian dan ternyata pada penyandang autism
juga memilki gangguan spesifik pada perkembangan saraf otak dan sel motorik.
Jadi, saraf yang ada di dalam otak ini memiliki kekacauan sehingga tidak bisa
berkembang dengan baik. Sel di dalam otak bisa saja berbentuk terlalu kasar
atau terlalu halus. Karena hal inilah membuat koneksi kacau sehingga anak yang
mengidap autism akan bereaksi berlebihan pada hal yang sepele saja.
Mungkin inilah yang membuat anak autism lebih suka pada kegiatan yang
berulang dan rutin soalnya kalau terjadi perubahan sedikitpun pada kebiasaan
yang dilakukan maka akan membuat respon yang berlebihan pada anak autis.
8. Faktor Psikologis
Belakangan ini sudah dilakukan sebuah penelitian yaitu theory of mind yang
memungkinkan terjadinya autism pada anak dikarenakan adanya perbedaan pola
pikir. Hal ini membuat adanya kemungkinan bahwa ada pengaruh dari faktor
psikologis dengan gangguan autism. Teori ini mempelajari faktor yang
mempelajari psikologis manusia dan menyadari bahwa setiap individu memiliki
keinginan, emosi, hasrat dan keyakinan yang berbeda-beda sehingga sangat
mungkin terjadi perbedaan kontrol emosi pada masing-masing individu.
Jadi, memang seharusnya anak yang berusia 4 tahun misalnya, harus memiliki
pola pikir pada tahap tertentu namun ada beberapa anak yang tidak bisa memahami
apa yang seharusnya sudah berada di tahapnya. Hal inilah yang membuat adanya
perbedaan psikologis pada anak penderita autism.
C.
Identifikasi atau Ciri - Ciri Autisme
Autisme atau yang juga dikenal
sebagai autism spectrum disorder (ASD) merupakan gangguan yang berpengaruh pada
proses interaksi sosial, perilaku dan komunikasi. Kelainan ASD ini juga
melingkupi sindrom asperger dan autism yang biasanya dialami pada masa
anak-anak. Saat ini di Indonesia setidaknya terdapat 2,4 juta jiwa yang
mengalami autism menurut data dari badan pusat statistik (BPS). Kemungkinan di
Indonesia terdapat satu bayi yang lahir autism setiap 100 bayi yang lahir.
Kelainan autism ini sendiri merupakan kelainan yang tidak dapat disembuhkan
namun terdapat beberapa langkah penanganan yang bisa membuat gangguan autis
berkurang. Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui apa saja gejala dan
ciri-ciri yang dimiliki oleh anak autis supaya kita dapat memberikan terapi
lebih cepat.
Gejala atau ciri ciri anak autis
sendiri baru bisa dilihat dengan jelas setelah terjadi adanya perubahan yang
signifikan pada kehidupan seseorang dan biasanya tahap ini mulai terlihat pada
masa anak-anak. Gejala anak autis ini sendiri berbeda-beda tiap penyandangnya
namun, secara umum gejala ini dapat digolongkan menjadi 2 kategori utama, yaitu
:
- Pertama – adalah kategori yang meliputi gangguan pada komunikasi dan interaksi. Kategori ini ditandai dengan lambannya anak dalam menguasai bahasa dan pemahaman serta kepekaan terhadap perasaan orang lain atau dengan kata lain anak ini tidak memiliki emosi
- Kedua – adalah kategori yang meliputi minat, pola pikir dan reaksi yang berulang-ulang dalam melakukan suatu kegiatan. Anak autis yang masuk dalam kategori kedua ini salah satunya adalah selalu melakukan hal tertentu yang diulang seperti mengetuk-ngetukan jari atau lainnya terutama saat dirinya sedang kesal.
Berikut ini adalah beberapa
ciri-ciri anak pengidap autism yang perlu anda ketahui dengan baik :
1. Autis Pada
Usia Anak-Anak
Ciri-ciri
autism pada anak-anak mulai bisa dilihat dengan jelas saat anak sudah berusia 3
tahun. Anak autis biasanya memiliki pertumbuhan mental yang tidak seperti anak
normal biasanya misalnya belum bisa bicara atau kalaupun sudah bisa bicara
menggunakan bahasa yang tidak diketahui oleh orang lain. Komunikasi yang
dilakukan oleh anak autis pun sangat tidak baik atau kurang sopan menurut orang
normal.
Ciri anak autis
lainnya yang bisa di lihat pada saat dirinya masih dalam usia anak-anak adalah
ketika dirinya berbicara tidak menatap orang yang menjadi lawan bicaranya,
tidak ekspresif seperti anak seumurannya, tidak bisa memberikan simpati kepada
orang lain dan hanyut pada dunianya sendiri. Anak autis juga akan bermain
dengan benda yang dia senangi saja dengan gerakan yang berulang-ulang serta
rutinitas yang dilakukan cukup aneh dan jadwal bermainnya lebih panjang
dibandingkan dengan anak seusianya.
2. Gangguan
Perkembangan Persasiv YTT (PDD-NOS)
Gangguan
PPD-NOS merupakan salah satu kelainan mental yang dialami oleh anak hampir
seperti autis. Gejalanya juga hampir sama yaitu memiliki gangguan pada
komunikasi, interaksi dan perilaku. Pada usia anak-anak gejalanya akan hampir
tidak bisa dibedakan dengan kelainan mental autism. Namun pada anak yang
mengalami PDD NOS ini masih lebih baik karena bisa memandang orang yang menjadi
lawan bicaranya serta bersikap lebih tenang dibandingkan dengan anak autis.
3. Sindroma
Rett
Salah satu jenis
gangguan kelainan autism pada anak lainnya adalah sindroma rett. Sindroma rett
ini lebih sering dialami oleh anak perempuan dimana pada saat dirinya lahir
hingga pada usia 6 bulan perkembangannya masih normal namun, setelah itu mulai
menunjukkan adanya beberapa kelainan mental. Anak yang mengidap sindroma rett
ini sama halnya dengan anak pengidap autis. Dimana dirinya tidak akan bisa
berbicara normal dan kurang bisa bergaul dengan teman sebayanya.
4. Perkembangan
Tidak Seimbang
Perkembangan
bayi atau anak autis ditandai
dengan adanya ketidakseimbangan. Hal ini dikarenakan sistem motorik anak
mengalami gangguan sehingga, perkembangan otaknya pun tidak bisa berkembang
dengan baik. Bagi anda yang memiliki anak autis, maka harus sangat giat
memberikan pelajaran bagi anak supaya bisa belajar dengan baik.
5. Anak
Menyukai Kegiatan yang Mengulang
Perhatikan anak
anda, jika dirinya menyukai kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang dan
dalam frekuensi yang sangat tinggi. Seperti misalnya melompat apalagi jika
kegiatan ini dilakukan dimanapun dan kapanpun. Salah satu ciri ciri anak autis
sejak bayi adalah menyukai suatu kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang.
6. Memiliki
Gangguan Pada Berbicara
Salah satu ciri
yang paling mudah dikenali dari anak autis adalah dari gaya bicaranya. Anak
autis memiliki gaya bicara yang khas yaitu gagap, terlambat dan kurang bisa
mengerti kata-kata yang sering digunakan oleh orang pada umumnya. Anak autis
ini memiliki bahasa dan istilah sendiri yang memang terkadang membuat lawan
bicara bingung. Namun anda sebagai orang normal harus memaklumi dan andalah
yang harus belajar bahasa mereka serta anda tetap memberikan pengetahuan
mengenai bahasa pada umumnya.
7. Membenci Suara
Bising
Sebaiknya jika
sedang melakukan pembicaraan dengan anak autis jangan menggunakan nada dan
intonasi yang keras. Hal ini dikarenakan salah satu tanda anak autis
adalah tidak menyukai suara yang terlalu keras atau bising. Pada saat anak
autis mendengar suara terlalu keras maka dirinya akan langsung menjadi gelisah
dan tidak tenang bahkan respon mereka bisa berlebihan hingga pada menjerit
keras.
8. Tidak Suka
Adanya Kontak Fisik
Anak autis juga
tidak menyukai adanya kontak fisik terutama dari orang yang tidak dikenalnya.
Jika anak autis disentuh, dirinya akan senantiasa menghindar dan bersembunyi
dari orang tersebut. Anak autis juga tidak suka melakukan pembicaraan sekalipun
berbicara mereka tidak akan memandang orang yang menjadi lawan bicaranya tersebut.
9. Emosi Anak
Tidak Stabil
Anak autis
tidak bisa mengontrol dan mengendalikan emosi mereka. Anak autis akan meluapkan
segala emosinya dan biasanya terjadi pada waktu yang tidak terduga dan dalam
situasi apapun seperti tiba-tiba menangis, tiba-tiba menjerit, tertawa tanpa
ada sebab yang jelas. Oleh karena itu, banyak orang yang menyebut anak autis
sebagai penderita gangguan sakit jiwa atau (maaf) gila.
10. Asik Dengan
Dunianya Sendiri
Anak autis
selalu memiliki dunianya sendiri dan hanya dia yang tahu bagaimana cara
menikmati dunianya tersebut. Oleh karena itu, anak autis tidak menyukai bila
bermain dengan anak lainnya dan menghindari mereka. Saat bermain dengan
dunianya sendiri ini juga anak autis akan mengekspresikan kemampuan bicaranya.
11. Respon Pada
Benda yang Berbeda
Maksud dari
kata tersebut adalah anak autis biasanya akan menggunakan indera penciuman
lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan indera peraba. Indera penciuman
ini dilakukan ketika ada benda baru yang dilihatnya. Tidak seperti anak lain
yang biasanya akan melihat dan meraba namun pada anak autis mereka ini akan
mencium bahkan memakan benda tersebut sebagai bentuk eksplorasi. Tentunya
sebagai orang tua harus melakukan pengawasan ketat pada anak autis karena
sangat berbahaya jika benda yang ditemukan adalah benda beracun.
12. Tidak
Melakukan Kontak Mata
Salah satu ciri
anak autis yang sudah sempat disinggung sebelumnya adalah tidak bisa melakukan
kontak mata dengan orang lain dan penglihatannya akan cenderung ke bawah. Namun
anak autis ini juga memiliki keterkaitan lainnya pada beberapa hal seperti
cahaya matahari dan benda yang gemerlap. Anak autis bisa memandangi cahaya
matahari dalam waktu yang lama bahkan berjam-jam sembari, melakukan gerakan
yang diulang-ulang misalnya seperti membuat lingkaran dengan tangannya.
13. Tidak
memiliki respon spontan pada saat bayi
Ciri-anak autis
juga bisa dilihat sejak dari saat anak masih bayi. Cirinya dapat dilihat
seperti tidak memiliki respon spontan pada usia 0 hingga 6 bulan. Bayi akan cenderung
jarang menangis namun terlalu sensitif pada beberapa jenis sentuhan. Selain
itu, bayi juga akan cenderung menggerakan kaki dan tangannya secara berlebihan
saat dirinya sedang mandi. Pada saat anak digendong tangannya akan mengepal dan
kakinya akan menegang berbeda dengan anak normal biasanya. Selain itu, juga
tidak ada senyum yang biasanya dilakukan oleh anak bayi.
14. Ciri Pada
Usia 6 Hingga 12 Bulan
Ciri ciri anak
autis juga bisa dilihat pada saat usianya masih 6 hingga 12 bulan. anak Autis
pada usia ini jika digendong akan kaku dan tegang serta tidak memiliki
ketertarikan untuk melakukan interaksi dan tidak tertarik dengan segala jenis
mainan padahal biasanya anak usia ini sangat responsif terhadap hal baru
seperti mainan yang menarik. Anak juga tidak memiliki ketertarikan pada suara
atau kata dan orang yang mengajaknya bercanda seperti biasanya. Anak malah akan
memandangi bagian tangan atau benda yang dipegangnya dalam waktu yang sangat
lama. Hal ini disebabkan karena terjadinya gangguan pelambatan sensor motorik
anak yang terlalu kasar atau halus.
15. Ciri
pada Usia 2 Hingga 3 Tahun
Anak pada usia
2 hingga 3 tahun seharusnya masih dalam masa aktif karena sudah bisa berjalan
dan lainnya sehingga dirinya membutuhkan eksplorasi pada hal-hal sekitar. Namun
ini lain yang dialami oleh anak autis dimana dirinya mungkin belum bisa
berjalan dan masih digendong. Perkembangan sel motoriknya yang lambat
menjadikan hal ini terjadi, sehingga anak enggan menggerakan tubuhnya. Pada
usia ini juga bisa dideteksi dengan adanya gangguan pada interaksi sosial,
berkomunikasi dan berbahasa yang baik, cara menonton dan bermain tidak seperti
anak lainnya yang aktif.
16. Ciri pada
Usia 4 Hingga 5 Tahun
Pada usia ini
mungkin akan menjadi masa yang sulit bagi para orang tua yang memilki autism.
Hal ini dikarenakan pada usia ini anak mulai menunjukkan keeksistensian dirinya
namun dirinya sendiri tidak bisa mengendalikan ekpresi dan emosinya. Jadi, anak
akan tertawa dengan keras, berteriak tidak jelas, marah bahkan menangis tanpa
ada sebab yang jelas. Anak autis juga lebih suka untuk menirukan suara-suara
aneh yang didengarnya. Ciri lain yang akan dialami oleh anak autis pada usia
ini adalah jika kemauannya tidak dituruti maka dia akan melakukan hal-hal yang
membahayakan dirinya bahkan melukai diri sendiri.
17. Ciri Fisik
Ciri anak yang
mengidap autis juga bisa dilihat secara fisik seperti memilki jarak mata yang
cukup lebar dibandingkan dengan anak yang tidak mengidap autis. Ciri lain yang
dialami oleh anak autis adalah memiliki bagian tengah wajahnya sempit. Selain
itu, daerah pipi dan hidung juga memiliki jarak yang lebih dekat. Jarak antara
bibir dan hidung biasanya lebih sempit. Ciri-ciri ini sudah dilakukan
penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan pada anak autis. Jadi, jika anda
menemukan anak anda memilikinya mungkin anda perlu mewaspadainya.
D. Asesmen Autisme
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut
komunikasi, interaksi social, kognisi, dan aktifitas imajinasi, gejalanya mulai
tampak sebelum anak berusia 3 tahun. Sedangkan pada autisme infatil gejalanya
mulai lahir. Asesmen merupakan suatu kegiatan untuk melakukan pengamatan,
analisis tugas, pemberian tes untuk menafsirkan, mendeskripsikan tentang
karakteristik seseorang, guna pengambilan keputusan tentang pelayanan bagi
individu yang bersangkutan. Asesmen ini dimaksudkan untuk memahami keunggulan
dan hambatan belajar siswa dan diharapkan program yang disusun benar-benar
sesuai dengan kebutuhan belajarnya.
1. Manfaat Asesmen
a. Untuk
mengetahui mengenai identitas anak autisme secara lengkap dan terinci
b. Untuk mengetahui
tingkat kemampuan dan kebutuhan anak autisme
c. Pedoman untuk mengklasifikasikan dan menyusus
program-program kegiatan anak autisme
d. Pedoman untuk
penyusunan program dan strategi pembelajaran
2. Masalah-masalah anak autis :
a.
Perilaku
Prilakunya sangat tidak wajar dan cenderung
mengalihkan perhatian. Cenderung “peka secara berlebihan” (suara, sentuhan,
irama) terhadap stimulus lingkungan juga kerap membuat anak berprilaku kurang
menyebnangkan
b. Pemahaman
Anak autis lebih merespon
terhadap stimulus visual, sehingga interaksi dan uraian verbal (apalagi yang
panjang dalam bahasa yang rumit) akan sulit mereka pahami.
c. Komunikasi
Anak autis sulit berekpresi
diri. Sebagian besar dari mereka, meskipun dapat berbicara namun menggunakan
kalimat pendek dan kosakata yang sederhana.
d. Interaksi
Permasalahan pada
perkembangan sosialnya, Sulitnya berkomunikasi, dan tidak mampu memahami
aturan-aturan dalam pergaulan, sehingga biasanya anak autis tidak memiliki
banyak teman.
3. Asesmen Prinsip Pembelajaran Bagi Anak Autis
a.
Prinsip Kekonkritan
Saat
belajar guru mungkin dapat mengguanakan benda-benda konkrit sebagai alat bantu
atau media dan sumber pencapaian tujuan pembelajaran
b. Prinsip Belajar
Sambil Melakuakan
Proses pembelajaran tidak harus
selamanya bersifat informatif, tetapi bisa juga peserta didik diajak kedalam
situasi nyata sesuai dengan tuntutan tujuan yang ingin dicapai dan karakter
bahan yang diajarkan sehingga materi yang disampaikan dapat mengasah empati
pada diri anak autis.
c.
Prinsip Ketararahan Wajah dan Suara
Siswa autis mengalami hambatan
dalam pemusatan perhatian dan konsentrasi, sehingga kesulitan dalam memahami
setiap materi yang diajarkan padanya. Guru diharapkan mampu memberikan
pemahaman secara jelas, baik dalam gerak maupun suara. Guru hendaknya
menggunakan lafal/ejaan yang jelas dan tegas, serta menghadap ke peserta didik
serta mudah dimengerti.
d. Prinsip Kasih Sayang
Anak autis memiliki hambatan atau
kesulitan pada konsentrasi sehingga berdampak negatif pada kognitifnya, dalam
hal ini anak autis membutuhkan kasih sayang yang tulus dari guru. Guru
hendaknya menggunakan bahasa yang sederhana, tegas, jelas, memahami kondisi
siswa dan menunjukkan sikap sabar, rela berkorban, memberi contoh perilaku yang
baik, ramah. Sehingga tumbuh ketertarikan siswa, dan akhirnya mereka memiliki
semangat untuk belajar.
e.
Prinsip Kebebasan yang Terarah
Siswa autis memiliki sikap yang
tidak mau dikekang dan semaunya sendiri. Guru hendaknya mampu mengarahkan dan
menyalurkan segala perilaku anak ke arah positif dan berguna, baik untuk
dirinya sendiri maupun untuk otang lain.
f.
Prinsip Penggunaan Waktu Luang
Siswa autis tidak bisa diam.
Selalu ada saja yang ia kerjakan sehingga lupa waktu tidur, istirahan dan lain
sebagainya. Guru hendaknya membimbing siswa dengan mengisi waktu luangnya
dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat.
g. Prinsip Minat dan Kemampuan
Guru harus mempu menggali minat
dan kemampuan siswa dalam pelajraan, untuk dijadiakan acuan dalam memberi
tugas-tugas tertentu. Dengan memberi tugas yang sesuai, mereka akan merasa
senang , dan lama-kelamaan mereka akan terbiasa belajar.
h. Prinsip Emosional, Sosial, dan Perilaku
Anak autis memiliki ketidaksinambungan
emosi, sehingga berprilaku semaunya sendiri, dan tidak terkontrol dalam
pergaulan hidup bermasayarakat. Guru harus berusaha mengidentifikasi problem
emosi anak, kemudian berupaya menghilangkannya untuk menumbuhakan sifat empati
pada lingkungan.
i.
Prinsip Disiplin
Anak autis biasanya memenuhi
keinginannya tanpa memperhatikan situasi dan kondisi di lingkungannya. Guru
perlu membiasakan siswa untuk hidup teratur dengan selalu diberikan keteladanan
dan pembinaan dengan sabar
E.
Bentuk dan Jenis Layanan untuk anak Autis
Autis masih menjadi misteri yang belum terpecahkan sepenuhnya oleh
kdokteran. Para pakar belum sepakat soal penyebab penyakit ini. Namun, sebagian
pakar setuju bahwa sindrom autis terjadi karena kelainan pada otak. Hingga kini,bisa tidak nya autis di sembuhkan
(total) juga masih menjadi pertentangan dalam dunia kedokteran dan psikologi.
Namun orang tua hendaknya harus mencoba berbagai terapi. Setidaknya dengan
terapi, keadaan si anak. Penanganan yang di berikan juga harus di sesuaikan
dengan gejala yang di perlihatkan oleh
anak tersebut. Anak autis yang
memiliki intiligensi rata-rata, mampu berkomunikasi dan tidak emiliki perilaku
refitif atau melukai diri sendiri maupun orang lain. Hal tersebut berbeda fokus menanganan nya dnegan anak autis yang
memiliki mental retardasi, tidak berbicara, serta memiliki perilaku yang
melukai diri sendiri atau orang lain. Saat ini ada berbagai terapi autis, baik
yang di akui oleh dunia medis maupun yang masih
berdasarkan disiplin ilmu tradisional. Diharapkan dengan mencoba terapi ini
anak yang mengalami autis bisa berkembang lebih baik. Macam-macam terapi autis
di antaranya sebagai berikut :
1.
Metode ABA
Metode ABA (Applied
Behavioral Analysis) Kelebihan metode ini dari metode lain adalah sifatnya
yang sangat terstruktur, kurikulumnya jelas dan keberhasilannya bisa dinilai
secara objectif. Dan penatalaksanaannya di lakukan selama 4-8 jam sehari. Di
metode ini, anak di latih berbagai macam keterampilan yang berguna bagi hidup
bermasyarakat, misalnya berkomunikasi, berinteraksi, berbicara dan berbahasa.
Di indonesia metode ini lebih dikenal dengan metode Lovaas (Nama orang yang
mengembangkannya) di Yayasan Autis Indonesia (YAI).
2.
Masuk kelompok
Khusus
Di kelompok ini mereka mendapatlkan kurikulum yang
khusus dirancang secara individual. Mereka yang belum siap masuk kekelompok
bermain, bisa diikutsertakan kedalam kelompok khusus. Disini anak akan
mendapatkan penanganan terpadu yang melibatkan berbagai tenaga ahli seperti
psikeater, psikologi, terapis wicara, terapis okupasi, dan ortopedagok.
Sayangnya tidak semua penyandang autis bisa mengikuti pendidikan formal
meskipun tingkat kecerdasannya masih bisa masuk kesekolah luar biasa atau SLB
dikarenakan jika perilaku si anak tidak bisa diperbaiki contohnya seperti :
semaunya sendiri, agresif, hiperaktif, dan tidak bisa berkonsentrasi. Perilaku
anak tersebut harus diperbaiki dengan bantuan obat, agar dapat mengikuti proses
belajar.
3. Pemberian Obat
Banyak orangtua takut memberikan obat pada
penderita autis, dikarenakan penyandang tidak boleh diberikan sembarang obat
tetapi obat yang diberikan harus sesuai gejala dan gejala yang sebaiknya
dihilangkan dengan obat adalah : hiperaktif yang hebat, menyakiti diri sendiri,
menyakiti orang lain, dan gangguan tidur. Tidak ada satupun obat yang dibuat
khusus untuk menyembuhkan autisme. Berikut beberapa produk yang
direkomendasikan untuk menanggulangi anak autis adalah
a.
CHILDREN
NUTRIENT HIGH CALCIUM POWDER ( KALSIUM 1 )
b.
ZINC
c.
PINE POLLEN
POWDER CAPSULES
d.
SPIRULINA
e.
VITALITY
SOFTGEL CAPSULES
f.
BENEFICIAL
g.
CORDYCEPS
MYCELLIUM CAPSULES
4. Penggunaan Alat Bantu
Banyak anak autisme belajar lebih baik dengan
menggunakan penglihatannya. Media gambar dianggap karena berbicara memerlukan
waktu yang singkat. Dengan diperlihatnya gambar anak dapat berkonsentrasi. Alat
bantu visual dapat kita buat dengan menggunakan benda konkret, foto berwarna
atau gambar. Alat bantu visual dapat membantu anak mengerti tentang sesuatu
yang akan terjadi yaitu dengan menggunakan urutan gambar. Contohnya : gambar
aktivitas makan dan komputer
5. Terapi-terapi Lainnya
Dibagi menjadi :
a. Terapi
akupuntur
Metode tusuk
jarum ini di harapkan bisa menstimulasi sitem syaraf pada otak hingga dapat
bekerja kembali.
b. Terapi Musik
Musik di
harapkan memberikan getaran gelombang
yang akan berpengaruh terhadap permukaan membran otak.
c. Terapi Balur
Terapi ini
bertujuan untuk mengurangi mengurangi kadar merkury dalam tubuh penyandang
autis. Cara nya , menggunakan cuka aren dan campur bawang yang di lulurkan
lewat kulit.
d. Terapi Perilaku
Tujuannya, agar
sang anak memfokuskan perhatian , bersosialisai dengan lingkungan nya unutk
meningkatkan pemahaman dan kepatuhan
anak terhadap aturan. Terapi ini umumnya mendapatkan hasil yang signifikan bila
dilakukan secara instensif, teratur, dan konsisten pada usia dini.
e. Terapi Anggota
Keluarga
Orang tua yang
memiliki anak autis, harus mendampingi dan memberi perhatian penuh pada sang
anak hingga terbentuk ikatan emosional
yang kuat.
f. Terapi
Lumba-lumba
Telah di
ketahui oleh dunia medis bahwa di tubuh lumba-lumba terkandung potensi yang
bisa menyelaraskan kerja syaraf motorik
dan sensorik pada penderita autis. Terapi anak autis dengan lumba-lumba sudah
terbukti 4 kali lebih efektif dan lebih cepat di bandingkan dengan terapi
lainnya .gelombang suara yang di pancarkan dengan lumba-lumba ternyata
berpengaruh pada perkembangan otak anak autis
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi, kesimpulannya autisme adalah gangguan
perkembagan yang mencakup bidang komunnikasi, interaksi, dan perilaku.
Gejalanya mulai tampak pada anak sebelum mencapai usia tiga tahun. Gangguan
autistik ditandai dengan tiga gejala utama yaitu gangguan interakasi sosial,
gangguan komunikasi, dan perilaku yang stereotipik. Yang disebabkan oleh 6
faktor yaitu : faktor genetis atau keturunan, faktor kandungan atau pranatal,
faktor kelahiran, faktor lingkungan, faktor obat, dan faktor makanan.
B. Saran
Saat mengandung para ibu harus lebih menjaga kesehatan dengan berada
dilingkungan yang bersih agar tidak mudah terkena virus dan tidak mudah alergi.
Selain itu juga para ibu juga harus menjaga pola makannya dengan memakan makan
yang sehat dan bergizi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar